SINGKAWANG KITA – AW, Seorang warga Kota Singkawang terpaksa harus duduk di kursi pesakitan meja hijau Pengadilan Negeri Singkawang.
Tanah miliknya yang sudah mengantongi Sertifikat Hak Milik atau SHM dilaporkan oleh seorang pengusaha yang hanya mengantongi SPT atau Surat Pernyataan Tanah.
AW menjadi Terdakwa di Persidangan usai dilaporkan oleh seorang pengusaha besar asal Singkawang terkait sengketa tanah.
AW didakwa oleh Jaksa Penutut Umum (JPU) di Pengadilan Negeri (PN) Singkawang dengan Pasal 263, Pasal 264 dan Pasal 266 terkait Pemalsuan Surat.
Menurut informasi dari Kuasa Hukum AW, Deny Kristanto dan Hade Permana, kasus ini bermula saat pengusaha berinisial T tersebut melaporkan AW ke Polisi terkait sengketa tanah.
Pengusaha berinisial T ini, kata Hade Permana, mengklaim memiliki lahan seluas lebih kurang 100 Hektare di Jalab Marhaban yang didasari dengan Surat Pernyataan Tanah (SPT) dengan cara membeli pada tahun 2002 lalu.
Padahal kliennya, AW sudah mengantongi Sertifikat Hak Milik (SHM) yang dikeluarkan BPN lewat program PTSL pada tahun 2018 silam dianggap menyerobot lahan milik T.
“Klien kami (AW) dituduh telah membuat surat atau isi di dalam keterangan surat (saat mengajukan PTSL) itu palsu, sehingga terbitlah SHM milik klien kami,” ungkap Hade Permana.
Tuduhan dan Dakwaan ini pun membuat Hade merasa heran dan bingung, pasalnya dalam pembuatan SHM, tentunya pihak BPN yang merupakan instansi Negara pastinya tidak sembarangan dalam menerbitkan SHM.
Hade justru merasa heran, pasalnya bagaimana pengusaha kaya berinisial T ini bisa menguasai lahan seluas kurang lebih 100 Hektare.
Padahal untuk lahan pertanian, Negara membatasi seseorang hanya boleh menguasai lahan dengan batas maksimal 20 Hektare.
Hade melanjutkan, seharusnya persoalan sengketa tanah ini tidak langsung dibawa ke ranah hukum Pidana, melainkan ke ranah hukum Perdata untuk memastikan kepemilikan sah dari lahan yang bersengketa.
“Apalagi, alas atau dasar dari pelapor (T) di dalam perkara ini, menurut kami belum bisa dijadikan bukti kepemilikan, karena belum ada sertifikat atau ketetapan yang menyatakan bahwa objek tanah dalam perkara ini adalah milik dia,” jelas Hade.
Sedangkan berdasarkan pengkauan kliennya, objek tanah tersebut sudah dikuasai sejak tahun 2007, di mana saat itu tanah tersebut masih hutan belantara dan kemudian dibersihkan oleh AW lalu ditanami nanas dan kelapa.
Sementara itu, Kuasa Hukum AW lainnya, Deny Kristanto. menyebutkan, pihaknya mengajukan Eksepsi (keberatan) agar persoalan ini ditangani terlebih dahulu dengan ranah hukum Perdata.
Menurut Deny, hal ini didasari dengan Peraturan Mahkamah Agung (MA) Nomor 1 tahun 1956 serta Surat Edaran Kejaksaan Agung Nomor B-250/E/Ejp/01/2023 dan Yurisprudensi Nomor 46/Pid.B/2011/PN-JPR.
“Sehingga atas dakwaan JPU tersebut kami anggap dakwaan itu merupakan dakwaan yang Prematur dan Obscuur Libelum,” tegas Deny Kristanto menambahkan.
Untuk diketahui saat ini, AW dibantu oleh 5 Kuasa Hukum menangani perkaranya yang sudah berjalan di PN Singkawang, yakni sebagai ketua tim kuasa hukum Charlie Nobel S.H., M.H., Akbar Firmansyah S.H., M.H., Deni Kristanto S.H., Hade Permana S.H., Isdurrofiq S.H. dan Nurhidayati S.H.