SINGKAWANG KITA- Pengadilan Negeri Singkawang menggelar sidang lapangan atas gugatan terhadap Dinas Penanaman Modal dan Tenaga Kerja (DPMTK). Sidang lapangan digelar dilokasi gugatan disebidang tanah di Jalan Merdeka Singkawang Jumat (11/11/2022).
Gugatan tersebut dilayangkan atas dasar Perbuatan Melawan Hukum oleh seorang pemilik lahan di pusat Kota Singkawang pada 18 Mei 2022 lalu.
Melalui Pengacaranya, Agus Akbar S.H., M.H., didampingi Sudariyanto S.H., M.H., dan Charlie Nobel S.H, M.H, menerangkan, pihaknya terpaksa mengambil langkah tegas dengan melayangkan gugatan kepada DPMTK Singkawang.
Agus Akbar menjelaskan, persoalan tersebut bermula saat kliennya yang memiliki sebidang tanah di Jalan Merdeka Singkawang hendak mendirikan tempat tinggal di lahan kosong tersebut.
Dengan niatan itu, kliennya kemudian mengajukan Izin Permohonan Pemanfaatan Tanah (IPPT) ke DPMTK, dengan berbagai persyaratan yang sudah lengkap sesuai yang disyaratkan, pada Agustus 2019 lalu.
Sembari menunggu proses IPPT, kliennya kemudian merogoh kocek sekitar Rp 350 juta untuk mendirikan tembok yang mengelilingi lahan kosong miliknya, dengan niatan memudahkan petugas melakukan pengumpulan data fisik di lapangan dalam menindaklanjuti permohonan IPPT tersebut.
Namun, seiring berjalannya waktu, ternyata permohonan IPPT kliennya ditolak oleh Kepala DPMTK lewat surat jawaban yakni Surat Nomor : 503/237/PPT.B tanggal 13 September 2019 yang hanya berupa Copy dari screenshot.
“Sampai saat ini, Tergugat tidak memiliki itikad baik sebagai pejabat negara dengan tidak memberikan surat penolakan yang asli kepada kami,” ujar Agus Akbar, Minggu 13 November 2022.
Berdasarkan surat penolakan IPPT yang diterima kliennya, kata Agus Akbar, Kepala DPMTK Singkawang atau Tergugat menolak permohonan IPPT tersebut dikarenakan lahan kosong milik kliennya tersebut merupakan kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH).
Namun, pihak DPMTK, lanjut Agus Akbar, tidak menyebutkan pasal mana dalam Peraturan Daerah (Perda) Singkawang Nomor 1 Tahun 2024 tentang RTRW Kota Singkawang Tahun 2013 – 2032 yang menunjukan bahwa lahan milik kleinnya merupakan kawasan RTH.
Terlebih, lahan milik kliennya yang telah memiliki sertifikat tersebut telah jauh lebih dahulu ada, yakni tahun 1975, dari pada diberlakukannya Perda RTRW di tahun 2013 silam.
“Sikap dan tindakan tergugat tidak sejalan dengan bagian ketiga Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB) khususnya tentang Keterbukaan dan Pelayanan yang baik,” tukasnya.
Akibat keputusan DPMTK yang menolak Permohonan IPPT tersebut, lanjutnya, menyebabkan kliennya telah kehilangan hak manfaat atas bidang-bidang tanahnya yang seharusnya mendapat pelindungan hukum.
“Berdasarkan Kuasa Pengguggat Perda 1 Tahun 2013, Tergugat telah menabrak aturan hukum yang berlaku, dalam hal ini Pasal 7 dan Pasal 10 UU RI Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan,” pungkasnya.
Terpisah, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Tenaga Kerja (DPMTK) Kota Singkawang, Yasmalizar menjelaskan, penolakan permohonan IPPT oleh penggugat dikarenakan melanggar ketentuan Peraturan Daerah (Perda) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Singkawang.
“Ditolak karena melanggar ketentuan Perda tentang RTRW sebagaimana atas pertimbangan teknis dari Dinas PUPR,” jelas Yasmalizar.
Sepengetahuannya, lanjut Yasmalizar, lahan milik penggugat tersebut masuk dalam wilayah Ruang Terbuka Hijau (RTH) serta Garis Sepadan Sungai. Oleh sebab itu, IPPT yang dimohonkan oleh penggugat, terpaksa pihaknya tolak.